Blogroll

Postingan
Komentar

Selasa, 11 Oktober 2011

Ini Partai Hidup-Mati, Meneer!

Nanti malam, nasib Timnas Indonesia bakal ditentukan. Melawan Timnas Qatar, Timnas Indonesia harus memperoleh poin absolut agar tetap bisa membuka peluang ke babak selanjutnya Pra-Piala Dunia 2014. Pasukan di bawah besutan Meneer Wim Risjbergen itu nasibnya di ujung tanduk.

Mampukah Timnas mampu memenuhi ekspektasi publik yang begitu menggebu atas kiprah Timnas di level internasional? Melakoni laga melawan Qatar, psikis Timnas dalam kondisi terluka. Setelah digebuk Timnas Iran di Teheran dan dipermalukan Timnas Bahrain di Gelora Bung Karno Jakarta, Timnas sekarang berada di level bawah Grup E Pra-Piala Dunia 2014 Zona Asia. Yang dibutuhkan Timnas sekarang bukan sekadar kesiapan teknis. Yang lebih penting adalah iklim psikis yang kondusif. Serangkaian kejadian yang tak menguntungkan Timnas, seperti polemik di internal PSSI yang kunjung reda soal format kompetisi nasional profesional, hubungan pemain dengan pelatih Timnas yang sempat memanas, absennya Boaz Salossa dan Ricardo Salampessy dari pemusatan latihan Timnas jelang laga lawan Qatar, dan lainnya. Semua itu tak menguntungkan bagi kesiapan Timnas jelang laga lawan Qatar. Padahal, Timnas diwajibkan merengkuh angka absolut menghadapi Timnas dari kawasan Timur Tengah tersebut. Gonjang-ganjing yang terus menerjang rumah tangga PSSI sejak satu setengah tahun terakhir adalah realitas yang tak menguntungkan bagi kepentingan sepakbola nasional, khususnya Timnas. Memang, menghadapi laga nanti malam, Wim yang pernah memperkuat Timnas Belanda di Piala Dunia 1974 Jerman dan 1978 Argentina, akan mengubah komposisi timnya dengan sedikit sentuhan pemain muda. Permainan agresif yang ditunjukkan Ferdinand Sinaga menempatkannya di salah satu starting eleven dalam skema 4-4-3 bertransisi ke 4-3-3 kesukaan sang pelatih.

Kehadiran kiper Made Wirawan, Wahyu Wijiastanto, Yongki Aribowo, dan Zulham Zamrun menjadi angin segar di tengah terpuruknya Timnas di dua laga awal, di mana di 2 laga awal itu banyak pemain senior diturunkan Wim tapi hasilnya tak memuaskan. Sehingga ending-nya sempat muncul ketegangan antara Wim versus sejumlah pemain. Sejumlah pemain senior Timnas sempat mengontak Alfred Riedl, mantan pelatih Timnas yang asal Austria itu, untuk berkeluh-kesah tentang kondisi Timnas terakhir.

Akankah Wim bisa menjawab ekspektasi publik yang sangat tinggi kepada Timnas dan bisa memelihara suasana batin pemain dalam kondisi kondusif? Dalam konteks ini, Wim mungkin bisa mengaca dan belajar dari Wiel Coerver. Ya, mantan pelatih Feyenoord Belanda itu ini dikenal sebagai pelatih yang senang menjalin hubungan baik dengan pemain dan menjaga kepentingan anak asuhnya itu. "Saya kenal baik Sepp Herberger, Helmut Schoen. Saya tahu siapa Rinus Michels itu dan banyak lagi coach-coach ternama di Eropa. Dan saya pun pernah menjadi pemain sepakbola. Tapi sekali lagi saya katakan di sini, Coerver tak di bawah mereka. Bahkan dalam soal-soal kemanusiaan Coerver melebihi mereka. Itulah sebabnya saya menilai dia lebih baik dari rekan-rekannya yang lain," kata Bert Sumser, coach atletik Jerman yang pernah melatih di Indonesia.

Coerver tidak suka sikap membungkuk-bungkuk atau ABS (asal bapak senang). Sebab, hal itu tak sejalan dengan kultur dan adat profesionalnya yang diperoleh dan disosialisasikan sejak dini di Belanda. Saat melatih Timnas Indonesia, Coerver pernah ribut dengan Bardosono, Ketua Umum PSSI, soal penentuan pemain.

Coerver juga jago dalam memotivasi pemain. Di Timnas yang dia tangani ketika itu, semua pemain 'diindoktrinasi' agar memiliki kebanggaan saat membela Timnas. Antarpemain itu hakikatnya duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi ketika berada di dalam maupun luar lapangan pertandingan. Sebab, ketika pertandingan berlangsung di lapangan yang menentukan adalah 11 pemain, bukan pelatih. "Anda boleh kumpulkan coach-coach dunia seperti Helenio Hererra, Helmut Schoen, Rinus Michles di pinggir lapangan, tapi begitu peluit wasit memberi tanda pertandingan dimulai, mereka tak bisa berbuat apa-apa. Para pemain yang menentukan," kata Coerver seperti dikutip TEMPO. Itulah Coerver, pelatih Timnas asal Belanda yang namanya dicatat dengan tinta emas dalam sejarah Timnas. Track record itu sangat mungkin ditapaki Wim. [air]

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More