Blogroll

Postingan
Komentar

Rabu, 15 Desember 2010

Konsep Pendidikan K.H.Muhammad Hasyim Asy’ari

A. Riwayat Hidup K.H.Muhammad Hasyim Asy’ari
Nama lengkap K. H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871.
Asal-usul dan keturunan K.H M.Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak. Salasilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H. A.Wahab Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya yang kedua iaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah Lembu Peteng (Brawijaya VII). A. Riwayat Hidup K.H.Muhammad Hasyim Asy’ari
Nama lengkap K. H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871.
Asal-usul dan keturunan K.H M.Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak. Salasilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H. A.Wahab Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya yang kedua iaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah Lembu Peteng (Brawijaya VII). Menurut penuturan ibunya, tanda kecerdasan dan ketokohan Hasyim Asy’ari sudah tampak saat ia masih berada dalam kandungan. Di samping masa kandung yang lebih lama dari umumnya kandungan, ibunya juga pernah bermimpi melihat bulan jatuh dari langit ke dalam kandungannya. Mimpi tersebut kiranya bukanlah isapan jempol dan kembang tidur belaka, sebab ternyata tercatat dalam sejarah, bahwa pada usianya yang masih sangat muda, 13 tahun, Hasyim Asy’ari sudah berani menjadi guru pengganti (badal) di pesantren untuk mengajar santri-santri yang tidak jarang lebih tua dari umurnya sendiri. Bakat kepemimpinan Kiai Hasyim sudah tampak sejak masa kanak-kanak. Ketika bermain dengan teman-teman sebayanya, Hasyim kecil selalu menjadi penengah. Jika melihat temannya melanggar aturan permainan, ia akan menegurnya. Dia membuat temannya senang bermain, karena sifatnya yang suka menolong dan melindungi sesama.
Semasa hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan literatur agama lainnya. Setelah itu, ia menjelajah menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo, ternyata K. H. Hasyim Asy’ari merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. Ia berguru kepada K. H. Ya’kub yang merupaka kiai di pesantren tersebut. Kiai Ya’kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia 21 tahun, tahun 1892, Hasyim Asy’ari melangsungkan pernikahan dengan putri K. H. Ya’kub tersebut. Setelah nikah, K. H. Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji. Sekembalinya dari tanah suci, mertua K. H. Hasyim Asy’ari menganjurkannya menuntut ilmu di Mekkah. Dimungkinkan, hal ini didorong oleh tradisi pada saat itu bahwa seorang ulama belumlah dikatakan cukup ilmunya jika belum mengaji di Mekkah selama bertahun-tahun. Di tempat itu, K. H. Hasyim Asy’ari mempelajari berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh Syafi’iyah dan ilmu Hadits, terutama literatur Shahih Bukhari dan Muslim. Disaat K. H. Hasyim Asy’ari bersemangat belajar, tepatnya ketika telah menetap 7 bulan di Mekkah, istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang pertama sehingga bayinya pun tidak terselamatkan. Walaupun demikian, hal ini tidak mematahkan semangat belajarnya untuk menuntut ilmu.
K. H. Hasyim Asy’ari semasa tinggal di Mekkah berguru kepada Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid ‘Abd Allah Al-Zawawi. Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani. Ia tinggal di Mekkah selama 7 tahun. Dan pada tahun 1900 M. atau 1314 H. K. H. Hasyim Asy’ari pulang ke kampung halamannya. Di tempat itu ia membuka pengajian keagamaan yang dalam waktu yang relatif singkat menjadi terkenal di wilayah Jawa.
Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. K. H. Hasyim Asy’ari dikenal sebagai salah seorang pendiri NU (Nahdatul Ulama). Pada masa pendudukan Jepang, Hasyim Asy’ari pernah ditahan selama 6 bulan, karena dianggap menentang penjajahan Jepang di Indonesia. Karena tuduhan itu tidak terbukti, ia dibebaskan dari tahanan, atas jasa-jasanya dalam perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang, Hasyim Asy’ari dianugerahi gelar pahlawan kemerdekaan nasional oleh Presiden RI. Pada tahun 1926 K. H. Hasyim Asy’ari mendirikan partai Nahdatul Ulama (NU). Sejak didirikan sampai tahun 1947 Rais ‘Am (ketua umum) dijabat oleh K. H. Hasyim Asy’ari. Ia pernah menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama pada zaman pendudukan Jepang untuk wilayah Jawa dan Madura. K. H. Hasyim Asy’ari wafat pada tahun 1947 di Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Hampir seluruh waktunya diabdikan untuk kepentingan agama dan pendidikan.

B.Pemikiran Hasyim Asy’ari Dalam Bidang Pendidikan.
Hasyim Asy’ari yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren, serta banyak menuntut ilmu dan berkecimpung secara langsung di dalamnya, di lingkungan pendidikan agama Islam khususnya. Dan semua yang dialami dan dirasakan beliau selama itu menjadi pengalaman dan mempengaruhi pola pikir dan pandangannya dalam masalah-masalah pendidikan. Salah satu karya monumental Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah kitabnya yang berjudul Adab al Alim wa al Muta’allim fima Yahtaj ilah al Muta’alim fi Ahuwal Ta’allum wama Yataqaff al Mu’allim fi Maqamat Ta’limih, namun dalam penulisan ini kami tidak menemukakan kitab aslinya dan akhirnya banyak mengambil dari tulisan Samsul Nizar dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, dan buku-buku yang lain sebagai penunjang.
Pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih beliau tekankan pada masalah etika dalam pendidikan, meski tidak menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya.Di antara pemikiran beliau dalam masalah pendidikan adalah:
a.Signifikansi Pendidikan
Beliau menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahan adalah mengamalkan. Hal itu dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu : pertama, bagi murid hendaknya berniat suci dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkannya atau menyepelikannya. Kedua, bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata. Agaknya pemikiran beliau tentang hal tersebut di atas, dipengaruhi oleh pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf), yaitu salah satu persyaratan bagi siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut beliau adalah “niat yang baik dan lurus”. Belajar menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.
Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam.
b. Tugas dan Tanggung Jawab Murid.
1) Etika yang harus diperhatikan dalam belajar.
- Membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniaan.
- Membersihkan niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar, bersabar dan qanaah
- Pandai mengatur waktu.
- Menyederhanakan makan dan minum.
- Berhati-hati (wara’).
- Menghindari kemalasan.
- Menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan.
- Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.
Dalam hal ini terlihat, bahwa Hasyim Asy’ari lebih menekankan kepada pendidikan ruhani atau pendidikan jiwa, meski demikian pendidikan jasmani tetap diperhatikan, khususnya bagaimana mengatur makan, minum, tidur dan sebagainya. Makan dan minum tidak perlu terlalu banyak dan sederhana, seperti anjuran Rasulullah Muhammad saw. Serta jangan banyak tidur, dan jangan suka bermalas-malasan. Banyakkan waktu untuk belajar dan menuntut ilmu pengetahuan, isi hari-hari dan waktu yang ada dengan hal-hal yang bermanfaat.
2) Etika seorang murid terhadap guru.
- Hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan guru.
- Memilih guru yang wara’.
- Mengikuti jejak guru.
- Memuliakan dan memperhatikan hak guru
- Bersabar terdapat kekerasan guru
- Berkunjung pada guru pada tempatnya dan minta izin lebih dulu
- Duduk dengan rapi bila berhadapan dengan guru
- Berbicara dengan sopan dan lembut dengan guru
- Dengarkan segala fatwa guru dan jangan menyela pembicaraannya
- Gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu pada guru.
Etika seperti tersebut di atas, masih banyak dijumpai pada pendidikan pesantren sekarang ini, akan tetapi etika seperti itu sangat langka di tengah budaya kosmopolit. Di tengah-tengah pergaulan sekarang, guru dipandang sebagai teman biasa oleh murid-murid, dan tidak malu-malu mereka berbicara lebih nyaring dari gurunya. Terlihat pula pemikiran yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari lebih maju. Hal ini, misalnya terlihat dalam memilih guru hendaknya yang profesional, memperhatikan hak-hak guru, dan sebagainya.
3) Etika murid terhadap pelajaran
- Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain
- Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
- Mendiskusikan dan menyetorkan hasil belajar pada orang yang dipercaya
- Senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu
- Bila terdapat hal-hal yang belum dipahami hendaknya ditanyakan
- Pancangkan cita-cita yang tinggi
- Kemanapun pergi dan dimanapun berada jangan lupa membawa catatan
- Pelajari pelajaran yang telah dipelajari dengan continue (istiqamah)
- Tanamkan rasa antusias dalam belajar.
Penjelasan tersebut di atas seakan memperlihatkan akan sistem pendidikan di pesantren yang selama ini terlihat kolot, hanya terjadi komunikasi satu arah, guru satu-satunya sumber pengajaran, dan murid hanya sebagai obyek yang hanya berhak duduk, dengar, catat dan hafal (DDCH) apa yang dikatakan guru. Namun pemikiran yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari lebih terbuka, inovatif dan progresif. Beliau memberikan kesempatan para santri untuk mengambil dan mengikuti pendapat para ulama, tapi harus hati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama. Hal tersebut senada dengan pemikiran beliau tentang masalah fiqh, beliau meminta umat Islam untuk berhati-hati pada mereka yang mengklaim mampu menjalankan ijtihad, yaitu kaum modernis, yang mengemukakan pendapat mereka tanpa memiliki persayaratan yang cukup untuk berijtihad itu hanya berdasarkan pertimbangan pikiran semata. Beliau percaya taqlid itu diperbolehkan bagi sebagian umat Islam, dan tidak boleh hanya ditujukan pada mereka yang mampu melakukan ijtihad.
c. Tugas Dan Tanggung Jawab Guru
1) Etika seorang guru
- Senantiasa mendekatkan diri pada Allah
- Takut pada Allah, tawadhu’, zuhud dan khusu’
- Bersikap tenang dan senantiasa berhati-hati
- Mengadukan segala persoalan pada Allah
- Tidak menggunakan ilmunya untuk meraih dunia
- Tidak selalu memanjakan anak
- Menghindari tempat-tempat yang kotor dan maksiat
- Mengamalkan sunnah Nabi
- Mengistiqamahkan membaca al- Qur’an
- Bersikap ramah, ceria dan suka menabur salam
- Menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu
- Membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.
Catatan yang menarik dan perlu dikedepankan dalam membahas pemikiran dan pandangan yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari adalah etika atau statement yang terakhir, dimana guru harus membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas, yang pada masanya jarang sekali dijumpai. Dan hal ini beliau buktikan dengan banyaknya kitab hasil karangan atau tulisan beliau. Betapa majunya pemikiran Hasyim Asy’ari dibanding tokoh-tokoh lain pada zamannya, bahkan beberapa tahun sesudahnya. Dan pemikiran ini ditumbuh serta diangkat kembali oleh pemikir pendidik zaman sekarang ini, yaitu Harun Nasution, yang mengatakan hendaknya para dosen-dosen di Perguruan Tinggi Islam khususnya agar membiasakan diri untuk menulis.
2) Etika guru dalam mengajar
- Jangan mengajarkan hal-hal yang syubhat
- Mensucikan diri, berpakaian sopan dan memakai wewangian
- Berniat beribadah ketika mengajar, dan memulainya dengan do’a
- Biasakan membaca untuk menambah ilmu
- Menjauhkan diri dari bersenda gurau dan banyak tertawa
- Jangan sekali-kali mengajar dalam keadaan lapar, mengantuk atau marah
- Usahakan tampilan ramah, lemah lembut, dan tidak sombong
- Mendahulukan materi-materi yang penting dan sesuai dengan profesional yang dimiliki
- Menasihati dan menegur dengan baik jika anak didik bandel
- Bersikap terbuka terhadap berbagai persoalan yang ditemukan
- Memberikan kesempatan pada anak didik yang datangnya terlambat dan ulangilah penjelasannya agar tahu apa yang dimaksudkan
- Beri anak kesempatan bertanya terhadap hal-hal yang belum dipahaminya.
Terlihat bahwa apa yang ditawarkan Hasyim Asy’ari lebih bersifat pragmatis, artinya, apa yang ditawarkan beliau berangkat dari praktik yang selama ini dialaminya. Inilah yang memberikan nilai tambah dalam konsep yang dikemukakan oleh Bapak santri ini.
Terlihat juga betapa beliau sangat memperhatikan sifat dan sikap serta penampilan seorang guru. Berpenampilan yang terpuji, bukan saja dengan keramahantamahan, tetapi juga dengan berpakaian yang rapi dan memakai minyak wangi. Agaknya pemikiran Hasyim Asy’ari juga sangat maju dibandingkan zamannya, ia menawarkan agar guru bersikap terbuka, dan memandang murid sebagai subyek pengajaran bukan hanya sebagai obyek, dengan memberi kesempatan kepada murid-murid bertanya dan menyampaikan berbagai persoalan di hadapan guru.
3) Etika guru bersama murid
- Berniat mendidik dan menyebarkan ilmu
- Menghindari ketidak ikhlasan
- Mempergunakan metode yang mudah dipahami anak
- Memperhatikan kemampuan anak didik
- Tidak memunculkan salah satu peserta didik dan menafikan yang lain
- Bersikap terbuka, lapang dada, arif dan tawadhu’
- Membantu memecahkan masalah-masalah anak didik
- Bila ada anak yang berhalangan hendaknya mencari ihwalnya.
Kalau sebelumnya terlihat warna tasawufnya, khususnya ketika membahas tentang tugas dan tanggung jawab seorang pendidik. Namun kali ini gagasan-gagasan yang dilontarkan beliau berkaitan dengan etika guru bersama murid menunjukkan keprofesionalnya dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari rangkuman gagasan yang dilontarkannya tentang kompetensi seorang pendidik, yang utamanya kompetensi profesional. Hasyim Asy’ari sangat menganjurkan agar seorang pendidik atau guru perlu memiliki kemampuan dalam mengembangkan metode dan memberi motivasi serta latihan-latihan yang bersifat membantu murid-muridnya memahami pelajaran. Selain itu, guru juga harus memahami murid-muridnya secara psikologi, mampu memahami muridnya secara individual dan memecahkan persoalan yang dihadapi murid, mengarahkan murid pada minat yang lebih dicendrungi, serta guru harus bersikap arif.
Jelas pada saat Hasyim Asy’ari melontarkan pemikiran ini, ilmu pendidikan maupun ilmu psikologi pendidikan yang sekarang beredar dan dikaji secara luas belum tersebar, apalagi di kalangan pesantren. Sehingga ke-genuin-an pemikiran beliau patut untuk dikembangkan selaras dengan kemajuan dunia pendidikan.
d. Etika Terhadap Buku, Alat Pelajaran dan Hal-hal Lain Yang Berkaitan Dengannya.
Satu hal yang menarik dan terlihat beda dengan materi-materi yang biasa disampaikan dalam ilmu pendidikan umumnya, adalah etika terhadap buku dan alat-alat pendidikan. Kalaupun ada etika untuk itu, namun biasanya hanya bersifat kasuistik dan seringkali tidak tertulis, dan seringkali juga hanya dianggap sebagai aturan yang umum berlaku dan cukup diketahui oleh masing-masing individu. Akan tetapi bagi Hasyim Asy’ari memandang bahwa etika tersebut penting dan perlu diperhatikan.Di antara etika tersebut adalah:
- Menganjurkan untuk mengusahakan agar memiliki buku
- Merelakan dan mengijinkan bila ada kawan meminjam buku pelajaran, sebaliknya bagi
peminjam menjaga barang pinjamannya
- Memeriksa dahulu bila membeli dan meminjamnya
- Bila menyalin buku syari’ah hendaknya bersuci dan mengawalnya dengan basmalah, sedangkan bila ilmu retorika atau semacamnya, maka mulailah dengan hamdalah dan shalawat Nabi.
Kembali tampak kejelian dan ketelitian beliau dalam melihat permasalahan dan seluk beluk proses belajar mengajar. Etika khusus yang diterapkan untuk mengawali suatu proses belajar adalah etika terhadap buku yang dijadikan sumber rujukan, apalagi kitab-kitab yang digunakan adalah kitab “kuning” yang mempunyai keistimewaan atau kelebihan tersendiri. Agaknya beliau memakai dasar epistemologis, ilmu adalah Nur Allah, maka bila hendak mempelajarinya orang harus beretika, bersih dan sucikan jiwa. Dengan demikian ilmu yang dipelajari diharapkan bermanfaat dan membawa berkah. Pemikiran seperti yang dituangkan oleh Hasyim Asy’ari itu patut untuk menjadi perhatian pada masa sekarang ini, apakah itu kitab “kuning” atau tidak, misalnya kitab “kuning” yang sudah diterjemahkan, atau buku-buku sekarang yang dianggap sebagai barang biasa, kaprah dan ada di mana-mana. Namun untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat dalam belajar etika semacam di atas perlu diterapkan dan mendapat perhatian.
Demikian sebagian dari pemikiran mengenai pendidikan yang dikemukan oleh Hasyim Asy’ari. Kelihatannya pemikiran tentang pendidikan ini sejalan dengan apa yang sebelumnya telah dikemukakan oleh Imam Ghazali, misalnya saja, Hasyim Asy’ari mengemukakan bahwa tujuan utama pendidikan itu adalah mengamalkannya, dengan maksud agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat kelak. Imam Ghazali juga mengemukakan bahwa pendidikan pada prosesnya haruslah mengacu kepada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani. Oleh karena itu tujuan pendidikan menurut al-Ghazali adalah “tercapainya kemampuan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah, dan kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat Dan senada pula dengan pendapat Ahmad D.Marimba bahwa, “pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”. Begitu juga pemikiran Hasyim Asy’ari mengenai niat orang orang yang menuntut ilmu dan yang mengajarkan ilmu, yaitu hendaknya meluruskan niatnya lebih dahulu, tidak meng-harapkan hal-hal duniawi semata, tapi harus niat ibadah untuk mencari ridha Allah. Demikian juga dengan al Ghazali yang berpendapat bahwa tujuan murid menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah dan mensucikan batinnya serta memperindah dengan sifat-sifat yang utama. Dan janganlah menjadikan ilmu sebagai alat untuk mengumpulkan harta kekayaan, atau untuk mendapatkan kelezatan hidup dan lain sebagainya. Akan tetapi tujuan utama adalah untuk kebahagiaan akhirat. Dan mengenai guru al-Ghazali lebih keras, bahwa guru mengajar tidak boleh digaji. Mengenai etika seorang murid yang dikemukakan Hasyim Asy’ari sejalan dengan pendapat al-Ghazali yang mengatakan “hendaknya murid mendahulukan kesucian batin dan kerendahan budi dari sifat-sifat tercela… seperti marah, hawa nafsu, dengki, busuk hati, takabur, ujub dan sebagainya”.

Konsep Pendidikan Al Ghazali

A.Biogrfi Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-ghazali dilahirkan di Thus, sebuah Kota di khurasan, Persia, pada tahun 450 H atau 1058 M. ayahnya seorang pemintal wool. Al-ghazali mempunyai seprang saudara, ketika akan meninggal, ayahnya berpesan kepada sahabat setianya agar keduanya putranya diasuh dan disempurnakan pendidikan keduanya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah Al-Ghazali, kedua anak itu dididik dan disekolahkan, setelah harta pusaka peninggalan ayah mereka habis, mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampunya. Imam Al-Ghazali sejak kecil dikenal sebagai seorang anak pencinta ilmu pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki, sekalipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa nestapa dan sengsara. A.Biogrfi Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-ghazali dilahirkan di Thus, sebuah Kota di khurasan, Persia, pada tahun 450 H atau 1058 M. ayahnya seorang pemintal wool. Al-ghazali mempunyai seprang saudara, ketika akan meninggal, ayahnya berpesan kepada sahabat setianya agar keduanya putranya diasuh dan disempurnakan pendidikan keduanya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah Al-Ghazali, kedua anak itu dididik dan disekolahkan, setelah harta pusaka peninggalan ayah mereka habis, mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampunya. Imam Al-Ghazali sejak kecil dikenal sebagai seorang anak pencinta ilmu pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki, sekalipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa nestapa dan sengsara. Di masa kanak-kanak imam al-Ghazali belajar kepada Ahmad bin Muhammad Ar-Raziqani di Thus kemudian belajar kepada Abi Nasr Al-Ismaili di Jurjani dan akhirnya ia kembali ke Thus lagi. Setelah itu Imam Ghazali pindah ke Nisabur untuk belajar kepada seorang ahli agama kenamaan di masanya, yaitu Al-Juwaini, Imam Haramain, dari beliau ini al-Ghazali belajar ilmu kalam, ilmu ushul, dan ilmu agama lainnya. Imam Al-Ghazali memang orang yang cerdas dan sanggup mendebat segala sesuatu yang tidak sesuai dengan penalaran yang jernih , sehingga Imam Juwini memberi predikat sebagai orang yang memiliki ilmu yang sangat luas bagaikan “Laut dalam nan menenggelamkan” Keikutsertaan Al-Ghazali dalam suatu diskusi bersama sekelompok ulama dan intelektual di hadapan Nidzam Al-Mulk membawa kemenangan baginya, Nidzam Al-mulk berjanji akan mengangkatnya sebagai guru besar di Universitas yang didirikannya di Baghdad pada tahun 484 atau 1091 M. setelah empat tahun beliau memutuskan untuk berhenti mengajar dan meninggalka Baghdad, setelah itu beliau ke Syam, hidup dalam Jami’Umawy dengan kehidupan penuh ibadah, dilanjutkan ke padang pasir untuk untuk meninggalkan kemewahan hidup dan mendalami agama. Kemudian sewaktu-waktu beliau kembali ke Baghdad untuk kembali mengajar di sana, kitab pertama yang dikarangnya adalah Al-Munqidz min al-Dholal. Sekembalinya ke Baghdad sekitar sepuluh tahun, beliau ke Nisabur dan sibuk mengajar di sana dalam waktu yang tidak lama, setelah itu beliau meninggal di Thus, kota kelahiranyya pada tahun 505 H atau 1111 M.
B.konsep pendidikan Al-Ghazali.
1.Tujuan Pendidikan.
Seorang guru baru dapat merumuskan suatu tujuan kegiatan, jika ia memahami benar filsafat yang mendasarinya. Rumusan selanjutnya akan menentukan aspek kurikulum, metode, guru dan lainnya. Dari hasil studi terhadap pemikiran Al-Ghazali dapat diketahui dengan jelas bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai melaliu pendidikan ada dua, pertama: tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah SWT, kedua, kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu, beliau bercita-cita mengajarkan manusia agar mereka sampai pada sasaran yang merupakan tujuan akhir dan maksud pendidikan itu. Tujuan itu tampak bernuansa religius dan moral, tanpa mengabaikan masalah duniawi .Akan tetapi, disamping bercorak agamis yang merupakan cirri spesifik pendidikan islam, tampak pula cenderung pada sisi keruhanian. Kecenderungan tersebut sejalan dengan filsafat Al-ghazali yang bercorak tasawuf. Maka sasaran pendidikan adalah kesempurnaan insani dunia dan akhirat. Manusia aka sampai pada tingkat ini hanya dengan menguasai sifat keutamaam melalui jalur ilmu. Keutamaan itulsh yang akan membuat bahagia di dunia dan mendekatkan kepada Allah SWT sehingga bahagia di ahkirat kelak. Oleh karena itu, menguasai ilmu bagi beliautermasuk tujuan pendidikan, mengingat nilai yang dikandungnya serta kenikmatan yang diperoleh manusia padanya.
2.Kurikulum Pendidikan.
Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:
• Ilmu yang tercela, sedikit atau banyak. Ilmu tidak ada manfaatnya baik di dunia maupun di akhirat, seperti ilmu nujum, sihir, dan ilmu perdukunan. Bila ilmu ini dipelajari akan membawa mudharat bagi yang memilikinya maupun orang lain, dan akan meragukan Allah SWT.
• Ilmu yang terpuji, sedikit atau banyak, misalnya ilmu tauhid, dan ilmu agama. Bila ilmu ini dipelajari akan membawa orang kepadajiwa yang suci bersih dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
• Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, dan tidak boleh didalami, karma dapat membawa kepada goncangan iman, seperti ilmu filsafat.
Dari ketiga kelompok ilmu tersebut, Al-Ghazali membagi lagi menjadi dua bagian dilihatdari kepentingannya,yaitu:
• Ilmu yang fardhu (wajib) untuk diketahui oleh semua orang muslim, yaitu ilmu agama.
• Ilmu yang merupakan fardhu kifayah untuk dipelajari setiap muslim, ilmu dimanfaatkan untuk memudahkan urusan duniawi, seperti : ilmu hitung, kedokteran, teknik, dan ilmu pertanian dan industri.Dalam menyusun kurikulum pelajaran, Al-Ghazali memberi perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama dan etika sebagaimana yang dilakukannya terhadap ilmu-ilmu yang sangat menentukan bagi kehidupan masyarakat. Kurikilum menurut Al-Ghazali didasarkan pada dua kecenderungan sebagai berikut:
• Kecenderungan agama dan tasawuf. Kecenderungan ini membuat Al-ghazali menempatkan ilmu-ilmu agama di atas segalanya dan memandangya sebagai alat untuk menyucikan diri dan membersihkannya dari pengaruh kehidupan dunia.
• Kecenderungan pragmatis. Kecenderungan ini tampak dalam karya tulisnya. Al-ghazali beberapa kali mengulangi penilaian terhadap ilmu berdasarkan manfaatnyabagi manusia, baik kehidupan di dunia, maupun untuk kehidupan akhirat, ia menjelaskan bahwa ilmu yang tidak bermanfaat bagi manusia merupakan ilmu tang tak bernilai. Bagi al-Ghazali, setiap ilmu harus dilihat dari fungsi dan kegunaannya dalam bentuk amaliyah.
3.Metode Pengajaran.
Perhatian Al-Ghazali akan pendidikan agama dan moral sejalan dengan kecenderungan pendidikannya secara umum, yaitu prinsip-prinsip yang berkaitan secara khusus dengan sifat yang harus dimilikioleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Tentang pentingnya keteladanan utama dari seorang guru, juga dikaitkan dengan pandangannya tentang pekerjaan mengajar. Menurutnya mengajar adalah pekerjaan yang paling mulia sekaligus yang paling agung .pendapatnya ini, ia kuatkan dengan beberapa ayat Al-quran dan hadits Nabi yang mengatakan status guru sejajar dengan tugas kenabian. Lebih lanjut Al-Ghazali mengatakan bahwa wujud termulia di muka bumi adalah manusia, dan bagian inti manusia yang termulia adalah hatinya. Guru bertugas menyempurnakan, menghias, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bahkan, kaum muslimin pada zaman dahulu amat mementingkan menuntut ilmu yang langsung diterima dari mulut seorang guru. Mereka tidak suka menuntut ilmu dati buku-buku dan kitab-kitab saja, sebagian mereka berkata “ Diantara malapetaka yang besar yaitu berguru pada buku, maksudnya belajar dengan membaca buku tanpa guru”, dalam sebuah kitab dikatakan “Barang siapa yang tiada berguru, maka syetanlah imammya”. Dalam masalah pendidikan, Al-Ghazali lebih cenderung berfaham empirisme, oleh karena itu, beliau sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik. Anak adalah amanat yang dipercayakan kepada orang tuanya, hatinya bersih, murni, laksana permata yang berharga, sederhana, dan bersih dari ukiran apapun. Ia dapat menerima tiap ukiran yang digoreskan kepadanya dan akan denderung ke arah yang kita kehendaki. Oleh karna itu, bila ia dibiasakan dengan sifat-sifat yang baik, maka akan berkembanglah sifat-sifat yang baik pula. Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi, Nasrani, dan Majusi.”( HR. Muslim)


4.Kriteria Guru Yang Baik.
Menurut Al-Ghazali, bahwa guru yang dapat diserahi tugas mengajar adalah selain guru yang cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaanakal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya guru dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya guru dapat melaksanakan tugasnya mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya. Selain sifat-sifat umum, seorang guru juga memiliki sifat-sifat khusus sebagai berikut:
• Mencintai murid seperti mencintai anaknya sendiri.
• Jangan mengharapkan materi sebagai tujuan utama karena mengajar adalah tugas yang diwariskan Rasulullah SAW.
• Mengingatkan murid bahwa tujuan menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
• Guru harus mendorong muridnyauntuk mencari ilmu yang bermanfaat.
• Guru harus memberikan tauladan yang baik di mata muridnya sehingga murid senang mencontoh tingkah lakunya.
• Guru harus mengajarkan pelajaran sesuaitingkat kemampuan akal anak didik.
• Guru harus mengamalkan ilmunya.
• Guru harus bias mengetahui jiwa anak didiknya.
• Guru dapat mendidik keimanan ke dalampribadi anak didiknya.
5.Sifat Murid Yang Baik
Sejalan dengan tujuan pendidikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka belajar termasuk ibadah. Dengan dasar pemikiran ini, maka seorang murid yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
•Seorang murid harus memulyakan guru dan bersikap rendah hati
• Harus saling menyayangi dan tolong-menolong sesama teman
• Mempelajari bermacam-macam ilmu dari tiap-tiap ilmu tersebut
• Seorang murid harus berjiwa bersih, terhindar dari perbuatan hina dan tercela
• Seorang murid hendaknya mendahulukan mempelajari yang wajib
• Seorang murid hendaknya mempelajari ilmu secara bertahap
• Seorang murid hendaknya mengetahui nilai setiap ilmu yang dipelajarinya.
6. Ganjaran dan Hukuman
Selanjutnya Al-Ghazali berkata:Apabila anak-anak itu berkelakuan baik dan melakukan pekerjaan yang bagus, hormatilah ia dan hendaknya diberi penghargaan dengan sesuatu yang menggembirakannya, serta dipuji di hadapan orang banyak. Jika ia melakukan kesalahan satu kali, hendaknya pendidikmembiarkan dan jangan dibuka rahasianya. Jika anak itu mengulanginya lagi, hendaknya pendidik memarahinya dengan tersembunyi, bukan dinasehati di depan orang banyak, dan janganlah pendidik seringkali memarahi anak-anak itu, karena hal itu dapat menghilangkan pengaruh pada diri anak, sebab sudah terbiasa telinganya mendengarkan amarah itu. Metode pemberian hadiah dan hukuman untuk tujuan mendidik dipandang sebagai metode yang aman. Terlalu banyak melarang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian pula terlalu banyak memberikan pujian tidak menjadi penyebab terjadinya perbaikan. Dalam berbagai kesempatan Al-Gazali menerangkan bahwa membesarkan anak dengan kemanjaan, bersenang-senang dan bermalas-malasan serta meremehkan pergaulan bersama orang lain termasuk perkara yang tidak baik karena membesarkan anak dengan cara seperti ini akan merusak akhlaknya .

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
1. MODEL BEAUCHAMP.
Model pengembangan kurikulum ini sesuai dengan nama orang yang menciptakannya yaitu seorang ahli kurikulum yang bemama Beauchamp. Menurut Beauchamp untuk nierancang sebuah kurikulum harus ditempuh lima (5) langkah berikut:MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
1. MODEL BEAUCHAMP.
Model pengembangan kurikulum ini sesuai dengan nama orang yang menciptakannya yaitu seorang ahli kurikulum yang bemama Beauchamp. Menurut Beauchamp untuk nierancang sebuah kurikulum harus ditempuh lima (5) langkah berikut:
Langkah Pertama :
Pejabat pemerintah yang berwenang dalam pengembangan kurikulum harus menentukan lebih dahulu lokasi atau wilayah yang akan dijadikan pilot proyek untuk pengembangan kurikulum. Pemilahan lokasi atau wilayah yang ditentukan sesuai dengan skala pengembangan kurikulum yang telah direncanakan. Bila kurikulum yang ingin dikembangkan berskala makro atau nasional, maka wilayah atau lokasi yang akan dijadikan pilot proyek adalah propinsi, seandainya bersifat daerah atau berskala mikro maka kabupaten dapat dijadikan lokasi pilot proyek.
Langkah Kedua :
Setelah wilayah atau lokasi yang akan menjadi pilot proyek sudah ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah menentukan personalia yang akan ikut terlibat di dalam pengembangan kurikulum. Beauchamp melibatkan orang-orang dari staf ahli kurikulum, pakar kurikulum dari perguruan tinggi dan guru-guru sekolah yang telah dipilih, pakar pendidikan, masyarakat yang dihimpun dari berbagai kalangan yaitu dari pengarang atau penulis, penerbit, politikus, pejabat pemerintah, pengusaha dan industriawan
Langkah Ketiga :
Bila personalia sudah disusun dengan baik maka langkah berikutnya adalah pengorganisasian person-person tersebut dalam lima (5) tim yang terdiri dari :
1. Tim pengembang kurikulum
2. Tim peneliti kurikulum yang sedang dipakai atau sedang dipergunakan
3. Tim untuk mempelajari kemungkinan penyusunan kurikulum bam
4. Tim perumus untuk kriteria-kriteria kurikulum yang akan disusun.
5. Tim penyusun dan penulis kurikulum baru
Sedangkan prosedur kerja yang akan dilalui adalah sebagi berikut :
a. Merumuskan tujuan baik tujuan umum maupun tujuan khusus
b. Memilih atau menseleksi materi
c. Menentukan pengalaman belajar
d. Menentukan kegiatan dan evaluasi
e. Menentukan desain
Langkah Keempat :
Pada langkah ini ditentukan implementasi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum mempakan pekerjaan yng cukup rumit karena membutuhkan kesiapan dalam banyak hal, seperti guru sebagai pelaksana kurikulum dikelas, fasilitas, siswa, dana, manajerial pimpinan sekolah atau administrator sekolah.
Langkah Kelima :
Setelah semua kebutuhan untuk kepentingan pelaksanaan atau implementasi terpenuhi dan sudah dapat dilaksanakan, maka langkah berikutnya yang merupakan langkah terakhir dari pengembangan kurikulum model beauchamp adalah mengevaluasi kurikulum.
Beauchamp mengemukakan hal-hal yang harus dievaluasi, yaitu :
a. Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru
b. Evaluasi terhadap desain kurikulum
c. Evaluasi terhadap hasil belajar siswa
d. Evaluasi terhadap sistem dalam kurikulum
Hasil dari kegiatan evalusi ini akan dijadikan untuk penyempumaan desain sistem serta prinsip-prinsip pelaksanaannya. Suatu hal yang perlu diingat bahwa pada tahap atau langkah kedua berupa organisasi dan prosedur Beauchamp, tampaknya menerangkan keterlibatan kelompok-kelompok personalia sehingga timbul pertanyaan-pertanyan sebagai berikut :
Haruskah kelompok ahli, pejabat, profesi yang telah disebutkan diatas dilibatkan dalam pengembangan kurikulum? Apabila jawaban dari pertanyaan tersebut ya, maka apa saja peranan mereka itu? Apakah mungkin didapatkan alat dan teknik yang paling efektif untuk melakukan peran tersebut? dengan demikian tergambar bahwa sebaiknya wilayah atau lokasi pilot proyek diambil dari wilayah kecil saja, dan semakin kecil wilayah maka keterlibatan dan peranan guru akan semakin besar. Guru harus berperan secara ikhlas dengan menunjukaan sikap dan rasa saling, menghormati dalam memberikan pelajaran dan diluarjam pelajaran.
2. MODEL TABA.
Perekayasaan kurikulum secara tradisional dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih. Panitia ini bertugas :
1) Mempelajari daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan kesepakatan fundasional;
2) Merumuskan Desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan yang telah dirumuskan;
3) Mengkonstruksi unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain;
4) Melaksanakan kurikulum pada tingkat atas.
Taba mengajukan pandangan yang berlawanan dengan urutan tradisional dengan mengembangkan inverted model, yakni : langkah awal dimulai dari perencanaan unit-unit mengajar-belajar yang spesifik oleh para guru, bukan diawali aengan desain kerangka (framework) yang umum. Urut-unit tersebut diuji / dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada gilirannya digunakan sebagai dasar empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh (overall design). Keuntungan digunakannya inverted sequence ini ialah :
1) Membantu untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek karena produksi unit-unit tadi mengkombinasikan kemampuan teoritik dan pengalaman praktis.
2) Kurikulum yang terdiri dari unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh guru-guru lebih mudah diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah dimengerti dibandingkan dengan kurikulum yang umum dan abstrak yang dihasilkan oleh umtan tradisional
3) Kurikulum yang terdiri dari kerangka umum dan unit-unit belajar-mengajar lebih berpengaruh terhadap praktek kelas dibandingkan dengan kurikulum yang ada
Langkah-langkah pengembangan kurikulum Hilda Taba (1962) mengemukakan perekayasaan kurikulum terdiri atas 5 langkah berurutan, ialah :
Langkah Pertama, Experimental Production of Pilot Units. ( Menghasilkan unit-unit Percobaan/ Pilot Unit)
Kelompok tenaga pengajar membuat unit eksperiment sebagai ajang untuk melakukan studi tentang hubungan teori dan praktek. Untuk itu diperlukan (1) Perencanaan yang didasarkan atas teori yang kuat (2) Eksperimen didalam kelas yang dapat menghasilkan data empiris untuk menguji landasan teori yang digunakan. Hasil dari langkah ini berupa teaching-leaming unit yang masih bersifat draft yang siap diuji pada langkah berikutnya. Unit eksperimen ini dirancang melalui delapan kegiatan sebagai berikut :
1. Diagnosing Needs.(Mendiagnosa Kebutuhan)
Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta kebutuhan-kebutnhan siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup diagnosis tergantung pada latar belakang program yang akan direvisi, termasuk didalamnya tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan
2. Formulating Specific Objectives.(Memformulasi Tujuan)
Formulasi tujuan-tujuan khusus, sebagai penjabaran dari tujuan umum yang dimmuskan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi yang menjadi titik berat pada teaching leaming unit. Namun demikian tidak semua tujuan khusus tersebut dapat tercapai oleh masing-masing imit.
3. Selecting Content (Memilih Isi)
Pemilihan isi (materi) berdasarkan kesepadanan dengan tujuan khusus, dan harus mempertimbangkan tingkat validitas dan signifikannya. Karena itu periu dilakukan seleksi terhadap tingkatan isi (materi) yang meliputi pemilihan topik utama, pemilihan ide-ide dasar dan pemilihan materi khusus.
4. Organizing Content.(Mengorganisasi Isi)
Pengorganisasian materi dilakukan berdasarkan tingkat kemampuan awal serta minat siswa. Pengorganisasian isi disusun dari konkrit keabstrak dan dari mudah ke sulit.
5. Selecting Learning Experiences (Avtivities). (Memilih Pengalaman Belajar)
Pengalaman belajar disusun dengan maksud terjadi interaksi antara siswa dan materi pelajaran. Karena setiap materi memiliki beberapa fimgsi tertentu, maka perlu dilakukan penyeleksian pengalaman belajar dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Apakah kegiatan sesuai untuk mempelajari ide-ide utama?
Apakah kegiatan dapat mencapai tujuan teaching leaming unit?
Apakah kegiatan efesien untuk melayani lebih dari satu tujuan?
Apakah kegiatan dapat meningkatkan kegiatan belajar?
Apakah kegiatan dapat mengembangkan keterampilan siswa?
6. Organizing Leaming Experiences Avtivities (Mengorganisasi Pengalaman Belajar)
Pengalaman belajar siswa disusun dan diorganisasikan dengan sekuensi dan organisasi materi (content). Kegiatan belajar siswa diarahkan dari induktif kegeneralisasi dan abstraksi serta difokuskan pada pengembangan ide-ide utama, langkah-langkah perolehan konsep dan prilaku yang baik.
7. Evaluating. (Evaluasi)
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan unit oleh siswa. Hasil evaluasi berguna untuk menentukan tujuan, diagnosis kesulitan belajar, serta penilaian dalam rangka pengembangan dan revisi kurikulum.
8. Checking for Balance and Seguence (Menguji Keseimbangan Kurikulum)
Setelah garis besar teaching leaming dirancang lengkap, selanjutnya perlu dicek konsistensi antara semua bagian yang berkenaan dengan keseimbangan dan urutan topik-topik yang telah tersusun atau unsur-unsur dalam unit tersebut
Langkah Kedua, Testing of Experimental Units (Menguji Coba Unit Eksperimen)
Teaching-leaming units yang dihasilkan pada langkah pertama perlu diujicobakan di kelas-kelas eksperimen pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan keyakinan terap bagi tenaga pengajar yang berbeda-beda gaya mengajar dan kemampuan melaksanakan pengajaran unit. Hasil uji coba menjadi masukan bagi penyempumaan draft kurikulum.
Langkah Ketiga, Revising dan Consolidating (Merevisi dab Mengonsolidasi)
Revisi dan penyempumaan draft teaching leammg units dilakukan berdasarkan data dan informasi yang terkumpul selama langkah pengujian. Pada langkah ini dilakukan pula penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli kurikulum. Produk langkah ini berupa teaching leaming units yang telah teruji di lapangan. Bila hasilnya sudah memadai, maka unit-unit tersebut dapat disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
Langkah Keempat Developing a Framework. (Pengembangan keseluruhan kerangka).
Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum dilakukan guna menjamin :
a. Apakah ide-ide dan konsep-konsep dasar yang digunakan telah terakomodasi?
b. Apakah lingkup isi telah memadai?
c. Apakah isi telah tersusun berurutan secara logis?
d. Apakah aktivitas pembelajarannya memberikan peluang untuk pengembangan keterampilan mtelektual dan pemahaman emosi secara kumulatif.
Pengembangan ini dilakukan oleh ahli kurikulum dan para professional kurikulum lainnya. Produk dari langkah-langkah ini adalah dokumen kurikulum yang siap untuk diimplementasikan dan diidentifikasikan.
Langkah Kelima, Instalation and Desimination of The New Unit (Instalasi dan Desiminasi )
Instalasi dan desiminasi adalah peresmian dan penyebarluasan kurikulum hasil pengembangan, sebagai sub sistem pada sistem sekolah secara menyeluruh. Tanggung jawab tahap ini dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan kurikulum merupakan tahap yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus diperhatikan berbagai masalah : seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar tercapai hasil optimal.
3. MODEL TYLER.
Pengembangan kurikulum model Tyler ini mungkin yang terbaik, dengan penekanan khusus pada fase perencanaan. Walaupun Tyler mengajukan model pengembangan kurikulum secara komprehensif tetapi bagian pertama dari modelnya (seleksi tujuan) menerima sambutan yang hangat dari para educator.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum:
Langkah l: Tyler merekomendasikan, bahwa perencana kurikulum agar mengidentifikasikan tujuan umum (tentative general objectives) dengan mengumpulkan data dari tiga sumber, yaitu : kebutuhan peserta didik, masyarakat (fimgsi yang diperlukan) dan subject matter.
Langkah 2: Setelah mengidentifikasi beberapa buah tujuan umum, perencana merifinenya dengan cara menyaring melalui dua saringan, yaitu filosofi pendidikan dan psikologi belajar. Hasilnya akan menjadi Tujuan pembelajaran khusus dan meyebutkannya juga pendidikan sekolah dan filosofi masyarakat sebagai saringan pertama untuk tujuan ini
Selanjutnya perlu disusun garis-garis besar nilai-nilai yang didapat dan mengilustrasikannya dengan memberi tekanan pada empat tujuan demokratis. Untuk melaksanakan penyaringan, para pendidik harus menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang baik, dan psikologi belajar memberikan ide mengenai jangka waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan waktu untuk melaksanakan kegiatan secara efesien. Tyler pun menyarankan agar pendidik memberi perhatian kepada cara belajar yang dapat :
a) Mengembangkan kemampuan berpikir
b) Menolong dalam memperoleh informasi
c) Mengembangkan sikap masyarakat
d) Mengembangkan minat
e) Mengembangkan sikap kemasyarakatan
Langkah 3: Menyeleksi pengalaman belajar yang menunjang pencapaian tujuan. Penentuan pengalaman belajar harus mempertimbangkan persepsi dan pengalaman yang telah dimililiki oleh peserta didik.
Langkah 4: Mengorganisasikan pengalaman kedalam unit-unit dan menggambarkan berbagai prosedur evaluasi
Langkah 5: Mengarahkan dan mengurutkan pengalaman-pengalaman belajar dan mengkaitkannya dengan evaluasi terhadap keefektifan perencanaan dan pelaksanaan.
Langkah 6: Evaluasi pengalaman belajar. Evaluasi merupakan komponen penting dalam pengembangan kurikulum
Sehubungan dengan hal tersebut Tyler (1949) memperingatkan agar dibedakan antara konten (isi) pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar dengan pengalaman-pengalaman belajar, karena pengalaman belajar merupakan pengalaman yang diperoleh dan dialami anak-anak didik sebagai hasil belajar dan interaksi mereka dengan konten (isi) dan kegiatan belajar. Untuk mengembangkan pengalaman belajar yang mereka peroleh harus bermuara pada pemberian pengalaman para pelajar yang dirancang dengan baik dan dilaksanakan dengan benar. Dari beberapa konsepsi kurikulum diatas kelihatan bahwa kurikulum dapat dilihat dari segi yang sempit atau dari segi yang luas (sebagai pengalaman yang diperoleh di sekolah atau diluar sekolah).

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More