Malang - Sejak Senin (17/10/2011) sore, Irham (6), bayi korban kebakaran yang terjebak di dalam kamar rumahnya, karena kaki kirinya dirantai oleh bapaknya sendiri, dirujuk ke Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang, pihak RSSA melarang pihak media baik cetak maupun elektronik untuk meliput kasus tersebut.
Alasan pihak RSSA Malang, karena etika medis. "Sesuai dengan etika medis, kami tak bisa memberikan keterangan kepada media, karena tidak diperbolehkan oleh pihak keluarga korban," kata Titiek Intiyas H, pihak Humas RSSA Malang, ditemui wartawan, di RSSA, Selasa (18/10/2011).
Menurut peerempaun berambut sebahu itu, pihak rumah sakit belum mendapatkan izin dari keluarga korban. "Kami hanya bisa memberikan informasi namanya saja yakni Ilham, dari Gondanglegi, Kabupaten Malang," katanya.Setelah terus dibantah puluhan wartawan saat itu, Titiek tetap ngotot bahwa kode etik medis tak boleh diluput. "Walaupun tanya ke dokternya, tetap tak akan boleh. Karena tak dizini keluarganya," tegasnya tetap ngotot melarang untuk diliput.
Sementara itu, korban berada di ruang 16 unit khusus perawatan lukan bakar. Awak media juga tak diperbolehkan mengambil gambar kondisi korban.
Saat ini, pihak orang tua korban, yakni Suhaipi, sudah ditetapkan jadi tersangkan oleh pihak kepolisian Polres Malang. Ibu korban, saat ini masih berada di Saudi Arabia menjadi Tenaga Kerja Indonesia. Adapun, yang menjaga korban di RSSA Malang, adalah paman dari korban.
Seperti diberitakan sebelumnya, rumah yang ditempati korban itu terbakar akibat Ilham saat dirantai di dalam kamar karena dinilai nakal sama bapaknya, menyalakan obat nyamuk. Saat hidup, kesenggol dan jatuh ke kasurnya. Akhirnya terbakar.
Untuk memadamkan api, Ilham yang masih berumur 6 tahun tak bisa berbuat apa-apa karena kondisi kaki kiri dirantai. Akhirnya, kondisi badan Ilham terbakar. Saat ini masih dalam penanganan medis di RSSA Malang.
Denny Iwansyah, reporter RCTI yang juga meliput kejadian tersebut di RSSA Malang menyayangkan sikap pihak RSSA Malang. "Teman-teman media itu tidak bermaksud meminta hasil rekam medis (medical record) korban, tapi hanya ingin tahu perkembangan korban saat ini. Mengapa dilarang?apa aturannya," tegasnya terlihat dengan wajah kecewa.
Di tempat berbeda, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, Abdi Purmono saat dihubungi beritajatim.com, cukup menyayangkan sikap pihak RSSA tersebut. "Kami cukup menyayangkan sikap RSSA melarang media untuk meminta informasi perkembangan kondisi korban itu," katanya.
Kalau hanya meminta perkembangan kondisi korban, jelas tidak benar pihak rumah sakit melarang media. "Kalau meminta hasil medical record, itu hak tim medis. Media tak bisa memaksanya. Karena diatur oleh etika medis," jelasnya. [ain/kun]
0 komentar:
Posting Komentar